Serangkai
Bunga di Kursi Merah
Aku berjalan menuju mall yang cukup besar
ini dengan santai. Ku lihat semua orang tersenyum bergembira. Pasti suasana
hati mereka sedang sangat bahagia. Yah, itu jelas. Terlihat dari wajah mereka.
Baiklah, aku akan ikut tersenyum. Aku mempercepat jalanku. Aku ingin segera
sampai ke tempat itu. Tempat favoriteku dan orang yang sangat aku cintai itu.
Di sana kami mengungkapkan seluruh perasaan yang tersimpan di hati ini. Ku
harap hari ini adalah hari yang indah seperti hari-hari kemarin saat aku
bersamanya.
“Aduh! Maaf, aku tidak sengaja”ucap
seseorang yang menabrakku.
“Ah ya tidak apa-apa, lain kali
hati-hati”kataku sambil tersenyum. Ia ikut tersenyum. Tapi, entah kenapa
perasaanku sekarang jadi tidak enak. Aku sendiri heran kenapa perasaanku
tiba-tiba jadi begini saat melihat wanita yang menabrakku itu tersenyum. Apa
ini? Perasaanku tidak enak.
“Ngomong-ngomong kau mau kemana?”tanyaku
sambil berbalik. Tidak ada. Wanita tadi tidak ada lagi. Kemana ia? Kenapa ia
sangat cepat menghilang? Ah sudahlah, aku tidak boleh berfikiran macam-macam.
Aku ingin hari ini aku bersenang-senang. Walau tak bisa dipungkiri perasaanku
menjadi tidak karuan. Seperti nanti akan ada sesuatu yang terjadi.
****
Aku tersenyum saat melihat pria itu duduk
dengan manis di kursi merah taman favorite kami. Ia melambai ke arahku dan
secepat mungkin lambaian itu aku balas.
“Kevin, sudah lama? Maaf ya, tadi aku harus
mengantar adikku dulu ke tempat bimbingan belajar”ucapku dengan tampang
bersalah.
“Tidak apa-apa, aku belum lama sampai sini.
Eh Sheril, duduk sini, minum dulu, kamu pasti lelah kan setelah seharian
bekerja”ia menarik tanganku lalu menyodorkan sebotol minuman padaku. Yah, ia
benar. Aku lelah. Sangat lelah. Aku adalah tulang punggung keluarga.
Sehari-hari aku bekerja sebagai pelayan di restoran. Aku juga bekerja sebagai
pengantar bunga dan juga penyiar radio. Aku sangat suka dengan yang namanya
bunga. Maka dari itu, Kevin pasti setiap harinya memberikan bunga padaku. Tapi
tunggu. Sepertinya hari ini ia tidak membawa bunga?
“Kev, ada yang lupa ya?”tanyaku.
“Apa? Sepertinya tidak ada”jawabnya dengan
menyernyitkan alis.
“Ah ya sudahlah, mungkin memang tidak
ada”kataku dengan menunduk. Sebenarnya ada apa ini? Hari ini perasaanku tidak
karuan. Mulai tadi aku tidak sengaja menjatuhkan gelas di restoran, dan tadi di
mall aku bertemu wanita aneh. Dan sekarang, Kevin lupa membawakan bunga
untukku. Sesuatu yang selalu dibawanya setiap berjumpa denganku.
Kevin berdiri lalu menghirup udara sore ini.
Ia memejamkan matanya. Sungguh, ia sangat tampan. Ia juga sangat baik. Ia tidak
pernah memandangku remeh. Ia selalu memperhatikanku. Ia selalu ada untukku di
manapun dan kapanpun. Aku beruntung memilikinya. Aku tak bisa jauh darinya.
“Kev, seandainya aku meninggal hari ini,
lalu apa yang akan kamu lakuin?”tanyaku penasaran. Entah kenapa aku sangat
ingin menanyakan hal itu padanya. Aku heran. Bingung. Kenapa pertanyaan itu
keluar begitu saja?
“Jangan bicara begitu”ia duduk lalu
menatapku dengan wajah sedih.
“Aku hanya bertanya, aku hanya ingin tau.
Aku tidak akan tau kapan aku akan meninggal. Dan manusia tidak akan ada yang
tahu bukan?”kataku sambil menatapnya.
“Baiklah, tapi aku tidak ingin kau pergi”ia
menggenggam erat tanganku. Aku tersenyum. Angin sore ini mengibaskan rambut
panjangku yang tergerai bebas.
“Kau belum menjawab pertanyaan
pertamaku”ucapku masih dengan tersenyum.
“Sheril, jika kau meninggal hari ini, aku
tidak tau bagaimana dengan hidupku selanjutnya”ia menjawab dengan wajah serius.
“Jangan begitu, aku tidak mau kau depresi,
aku ingin kau tetap riang seperti biasanya”ia menatapku dengan tatapan heran.
“Kau kenapa tanya seperti itu? Apa
sebenarnya yang terjadi?”ia memegang kedua pipiku. Aku tersenyum lalu
menggenggam erat tangannya lalu menurunkannya.
“Aku sendiri tidak tau, aku tiba-tiba ingin
bertanya begitu saja”aku menoleh ke arah jalan. Sepi. Angin bertiup
sepoi-sepoi. Jantungku berdegup sangat kencang. Perasaanku sangat tidak enak
sekarang.
“Ya sudahlah, emm sepertinya aku lupa
sesuatu, ah ya, aku lupa membeli bunga, kau mau tidak menunggu sebentar?”ia
mulai berdiri. Ternyata ia baru ingat. Aku mengangguk. Ia mulai berjalan
meninggalkanku. Kini tinggal aku sendiri di sini. Tubuhku bergetar. Padahal
udara tidak terlalu dingin. Apa yang akan terjadi? Kevin, cepatlah kembali!
Ku lihat Kevin melambaikan tangannya dengan
membawa sebuket bunga mawar merah yang masih segar di tangannya. Aku membalas lambaiannya
sambil tersenyum. Ia mulai mendekat. Aku makin merasa tidak enak. Aku menoleh
ke belakang.
Kaku. Itu yang aku rasakan sekarang.
Sebelumnya aku tidak merasakan sakit apapun. Aku merasakannya saat Kevin
berteriak memanggil namaku. Ia mendekat dan aku terjatuh ke rumput. Rumput
hijau itu kini menjadi merah. Darahku mengucur deras. Kevin menangis histeris.
Aku tak bisa merasakan apapun sekarang. Tak ada rasa sakit yang berlebih.
Jantungku. Ku rasakan sebentar lagi detakannya akan berhenti. Aww.. sakit.. apa
ini? Darah.. aku tak kuat melihatnya. Darah ini keluar begitu banyak dari
dadaku.
“SHERIL jangan tinggalkan aku! Aku sangat
mencintaimu!”seru Kevin dengan menangis terisak.
“Akkuu... akkaann... selllaaalluuu
ddiiihhaaatimmuu, janggaan beersseeddihhh Keevviinnn”ucapku terbata-bata. Aku
tersenyum. Senyum termanis. Harapanku tercapai. Hari ini hari yang indah. Ya,
indah. Ini semua rencana Tuhan. Ini sudah menjadi rencananya. Pasti Ia
memberikan yang terbaik. Kevin, aku akan selalu mencintaimu. Di sini. Di
hatiku. Hati itu kini sakit terkena peluru yang sangat tajam. Orang yang
menembakku.. ia hebat.. bisa tepat sasaran dengan mengenai tepat di jantungku.
Aku masih merasakan ia menggendongku. Entah
kemana. Aku tak tau lagi. Karena setelah itu aku sudah pergi. Aku tak akan
kembali lagi. Aku akan pergi meninggalkan semuanya.
****
Pria itu terlihat sedih. Tapi aku tahu
hatinya sudah berusaha untuk bahagia. Ia tersenyum. Lalu ia duduk di kursi
merah favoriteku. Ia menaruh serangkaian bunga di kursi itu. Ia menatap
jalanan. Damai. Tentram. Hatinya mencoba seperti itu. Tapi itu sulit, aku tahu.
“Sheril, aku akan selalu mencintaimu.
Kapanpun dan di manapun. Hatiku akan selalu bersamamu”ucapnya lalu tersenyum.
Aku tersenyum. Pria itu.. Kevin. Ia masih
mencintaiku. Dan ia mencoba bahagia tanpaku. Sudah 6 bulan ini ia selalu
menaruh serangkaian bunga di kursi merah taman favorite kami. Dan bunga itu
akan selalu ku ambil. Aku tahu, pasti Kevin heran kenapa bunga itu hilang. Tapi
aku tak bisa memberitahunya. Ia tidak bisa melihatku. Ia hanya bisa
merasakanku. Aku ada. Selalu ada. Untukmu. Kevin. Aku akan selalu menjagamu. Di
manapun dan kapanpun. Itu tugasku.
Bahagialah Kevin. Selagi kau bisa berbahagia
di dunia ini. Dan jangan pernah bersedih karenaku. Aku harap kau mengerti
kata-kataku waktu itu.
~TAMAT~
Love
In My Life
SEORANG gadis manis
berdiri dengan senyuman terus mengembang di bibirnya. Ia melambaikan tangan
saat melihat seorang cowok berjalan ke arahnya.
“Udah
lama?”tanya cowok itu dengan tersenyum.
“Belom kok Van”jawabnya
sambil tersenyum juga.
“Oh,
ayo”kata cowok itu lalu menggenggam tangan gadis tadi. Tiba-tiba langkah cowok
itu terhenti.
“Kenapa
Van?”tanya gadis itu heran.
“Chika,
itu papa kamu kan?”tanyanya sambil menunjuk mobil avanza biru yang masuk ke
pagar sekolah mereka.
“Huh. Iya
Van, gak jadi bareng deh”kata Chika lesu. Mobil avanza itu berhenti di depan
mereka.
“Chika, ayo
pulang. Eh ada Devan, mau bareng oom tidak?”tanya papa Chika pada cowok di
samping anaknya itu.
“Eng-enggak
oom, makasih, Devan duluan ya oom, Chik”kata Devan lalu pergi begitu saja.
Chika dengan malas masuk mobil papanya.
****
Chika
merebahkan dirinya di tempat tidur. Pandangannya menerawang. Tiba-tiba pintu
kamarnya diketuk. Tanpa menunggu jawaban Chika, orang itu langsung masuk.
“Kak Silvi?”Chika
tertegun.
Silvi
menutup pintu kamar Chika lalu duduk di ranjang adiknya itu. “Lesu banget kamu,
kenapa?”tanyanya.
“Tadi
siang aku mau pulang bareng Devan, tapi papa malah ngejemput, ya aku kesel aja
kak”jawab Chika lesu. Silvi tersenyum.
“Kamu udah
pacaran ya sama Devan?”tanya Silvi dengan tersenyum jahil. Wajah Chika bersemu
merah.
“Enggaak
kok kak! Aku kan cuma sahabatan sama Devan”bantahnya.
“Ah masa?
Kan sahabat bisa jadi cinta”goda Silvi.
Chika
mendesah. “Ih kakak apaan sih, aku kan gak boleh pacaran, kakak juga tuh gak
boleh pacaran!”ujar Chika merasa menang.
Silvi
terdiam sebentar. “Iya sih, kamu kan masih kelas 2 SMP, nah kalo kakak kan udah
kelas 1 SMA, jadi kakak harusnya udah boleh!”kata Silvi terkekeh.
“Eh gak
bisa gitu dong! Kakak kan bolehnya pacaran kalo udah lulus SMA! Yang boleh
pacaran waktu SMA kan cuma kak Kevin”Chika tidak terima.
“Ih
biarin!”seru Silvi sambil menjulurkan lidahnya. Lalu ia berjalan keluar kamar
Chika.
“IHHHH KAK SILVIA!!!”seru
Chika kesal. Silvi menjulurkan lehernya ke depan pintu Chika lagi.
“Jangan
teriak-teriak! Mama papa ntar bangun”kata Silvi. Chika mendesah.
“Emang papa
mama udah pulang kerja?”tanya Chika heran.
“Eh belom
eh udah, eh yah yang penting jangan teriak-teriak!”seru Silvi lalu berlari
menuju kamarnya sendiri saat melihat Chika sudah siap dengan bantal perangnya.
Chika
cemberut kesal. Sangat kesal.
****
Chika
mengambil rotinya dengan malas. Suasana makan pagi selalu sepi seperti ini.
“Kak, ayo
anterin aku”kata Chika sambil menarik-narik lengan kakak cowoknya itu. Kevin
meminum oranye jusnya lalu mengambil kunci mobil di sampingnya itu. Sedetik ia
melihat wajah Chika yang tiba-tiba senang saat membaca sms.
“Jadi
enggak?”tanya Kevin. Chika terlonjak kaget.
“Eng-enggak
kak! Aku berangkat dulu yaa, dadah kak Kevin, kak Silvi”katanya sambil mencium
pipi kedua kakaknya itu. Kevin dan Silvi hanya geleng-geleng.
“Tuh anak
udah gede ya”kata Kevin.
“Iya, tapi
katanya sih dia belom pacaran sama Devan”jawab Silvi sambil mengingat ucapan
Chika semalam.
“Mungkin
emang belom, kalaupun udah, yah biarin dia ngerasain indahnya cinta”kata Kevin
sambil tersenyum penuh makna. Silvi menyernyit.
“Kak? Chika
boleh pacaran, kenapa aku enggak?”protes Silvi.
“Siapa
bilang Chika boleh pacaran? Kalian berdua kan gak boleh pacaran sama mama
papa!”seru Kevin.
“Tapi tadi
kakak bilang.....”
“Iya udah
deh, pacaran boleh, tapi jangan keterlaluan”potong Kevin lalu mengambil tasnya
dan berlalu menuju teras rumah.
Silvi
melongo. Tapi kemudian ia segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja.
“Ditya,
jemput aku ya, cepet, oke”katanya lalu menutup telvon.
****
Chika
menaruh tasnya di meja lalu duduk di samping sahabatnya dengan
tersenyum-senyum.
“Lo kenapa
Chik?”tanya sahabatnya itu.
“Hari ini
gue berangkat bareng Devan, Nay”jawabnya dengan senang. Naya tertawa senang.
“Dah baikan
nih ceritanya?”tanya Naya lagi dengan menggoda. Chika mengangguk sambil
tersenyum.
Wajah Chika
berseri-seri saat melihat Devan masuk ke kelasnya. Cowok itu mendekat ke arah
Chika.
“Hai Chika,
hai Naya”sapa Devan.
“Hai
Devan”balas dua cewek itu ramah.
“Mo ngebawa
Chika ya? Nih bawa aja Van”kata Naya sambil mendorong-dorong tubuh Chika.
“Hehe tau
aja”Devan terkekeh. Wajah Chika memerah saat Devan memegang tangannya.
Devan
berbalik. “Dah Naya”katanya pada Naya. Devan membawa Chika ke lapangan basket
sekolah mereka.
“Ngapain ke
sini Van?”tanya Chika heran.
Devan
menatapnya penuh makna. “Kamu mau gak jadi pacarku?”tembaknya langsung.
Chika
membeku. Jantungnya berdegup sangat kencang sampai-sampai tak tau apa yang akan
ia katakan.
“Mau gak
Chik?”tanya Devan lagi. Chika tersadar lalu tersenyum jahil.
“Emm mau
gaak yaaa??”tanyanya sendiri masih dengan senyum jahil. Devan menatapnya penuh
harap.
“Lempar
bola basket ke aku kalo kamu terima”kata Devan sambil mengambil bola basket di
sampingnya. Ia menyodorkan bola basket itu ke Chika.
Chikapun
mengambil bola basket itu tapi ia menjatuhkannya yang membuat Devan terduduk
lesu di kursi. Tapi dengan cepat ia mengambil bola basket itu dan melemparnya
hingga mengenai kepala Devan. Cowok itu bukannya marah tapi malah terlihat
senang.
“Chikaaa!!
Sakit tauu!!”serunya saat Chika mulai berlari darinya. Chika hanya tertawa
penuh kemenangan.
Walau sakit, yang penting Chika nerima gue
deh! batinnya.
****
Devan berjalan
ke arah kelas Chika. Ketika dilihatnya cewek itu keluar dari pintu, senyuman
langsung terukir di bibirnya.
“Dev-vvan?”kata Chika terbata-bata, kaget karena Devan sudah ada di
depannya.
“Hey,
pulang bareng yuk”ajak Devan bersemangat. Chika mendesah pelan.
“Papa udah
jemput, barusan papa nelvon, katanya aku disuruh cepet-cepet ke depan, papa ada
rapat, takut ntar telat, jadi sorry ya Van, gak bisa pulang bareng lagi”jelas
Chika panjang lebar sambil menunduk. Raut wajahnya cemberut. Devan berdecak
pelan.
“Ya udah
deh, duluan ya”kata Devan sembari berlalu meninggalkan Chika. Cewek itu
memandang kepergian Devan dengan rasa bersalah. Siapapun tau, Devan pasti
kesal.
Setelah
lama memandangi punggung Devan yang semakin lama semakin tidak terlihat, Chika
seketika sadar kalau ia harus cepat-cepat ke depan sekolah.
****
Chika
membuka lembaran buku tulisnya yang bertuliskan Aurania Sagita Chika-nama
lengkapnya-di sampulnya dengan kesal. Ia tidak mengerti rumus-rumus yang ada di
depannya itu.
“Muka
pasrah”gumam Silvi dengan nada mengejek. Ia sudah berada di depan pintu kamar
Chika. Chika memandang kakak perempuannya dengan tambah kesal.
“Bukannya
bantuin, malah ngejek”kesal Chika. Silvi terkekeh lalu berjalan mendekati
Chika.
“Kamu lagi
mikirin Devan ya?”goda Silvi. Sontak saja wajah Chika langsung memerah dan
Silvi tidak bisa menahan tawanya saat melihat rona merah itu.
“Apaan sih
kak? Enggak ih!”bantahnya cepat. Silvi menghela nafas lalu tertawa lagi.
Sementara Chika hanya terus memandang kakaknya dengan kesal.
Chika
melihat jam dinding lalu suatu ide muncul di otaknya. Silvi memandang adiknya
yang sedang membereskan buku pelajarannya dan memasukkan buku-buku itu ke
sebuah tas kecil di atas meja Chika.
“Mau kemana
Chik?”tanyanya saat Chika beranjak dari tempat tidurnya.
“Ke rumah
Devan, mau minta diajarin”jawabnya dengan bangga.
“Mau minta
diajarin atau mau pacaran?”goda Silvi lagi. Tapi kali ini reaksi Chika biasa
saja. Ia tidak mengacuhkan kakaknya, tapi hanya tersenyum. Tak lama kemudian ia
menutup pintu kamarnya meninggalkan Silvi yang memandang kepergiannya dengan
bingung.
“Daadaahh
kak Silvi.....”serunya dari luar. Seketika itu juga Silvi sadar.
“Jangan
lama-lama!”seru Silvi mengingat apa kata orang tua mereka kalau Chika pulang
malam-malam.
****
Pintu rumah
Chika berderit. Cewek itu menjulurkan lehernya ke dalam rumah dan mendapati
rumah itu sepi. Segera saja ia masuk dengan santai. Tapi tiba-tiba papanya
muncul dari tangga dan membuat tubuh Chika kaku seketika.
“Oooh anak
cewek masih kelas 2 smp udah berani ya keluar sampe malem?”kata papanya dengan
nada mengejek. Chika berdecak kesal sambil melirik jam dinding di ruang tamu.
Pukul 7 malam.
Chika tak
menjawab sepatah katapun. Ia meneruskan jalannya. Sementara itu, papanya dengan
geram memandang Chika.
“CHIKA!
Sejak kapan kamu gak sopan sama orang tua???”seru papanya marah. Chika berbalik
lalu matanya menyipit.
“Emang
kenapa pa? Chika cuma pulang malem, terus capek, lagi males aja buat
ngomong”jawab Chika santai.
Papanya
menghela nafas. “Dari mana kamu?”tanyanya tegas.
“Rumah
Devan, belajar bareng”jawab Chika jujur.
“Sampai
malam begini? Kamu udah keterlaluan! Devan itu cowok, dan kamu cewek! Gak
seharusnya kamu ke rumah dia, sampe malem gini juga!”bentak papanya, membuat
Kevin dan Silvi langsung turun dari lantai atas.
“Emang papa
peduli sama aku??”ujar Chika dengan bibir bergetar. Matanya mulai memerah.
Papanya
terdiam. Tubuhnya menegang. Tak menyangka anaknya akan seberani ini. Chika
duduk di sofa ruang tamu lalu memandang kedua kakaknya dengan perasaan sedih.
“Chika!!”seru papanya kemudian. Chika makin kesal dan akhirnya
meninggalkan ruang tamu. Sekilas ia menatap kedua kakaknya di tangga. Sampai di
kamar, ia langsung mengeluarkan ponsel dan curhat pada Naya, sahabat karibnya
itu. Setelah puas curhat di televon, ia mendengar desahan Naya di seberang sana.
“Masalah lo
berat banget, lo tenangin diri dulu deh, gue sendiri lagi pusing mikir tugas
Fisika nih, emm ato lo curhat sama Devan deh”kata Naya dengan penuh penyesalan.
Chika mendesah.
“Ya udah,
gue gak mau ngebuat lo tambah pusing Nay, oke, sampai jumpa besok deh”kata
Chika lalu menutup telvon. Sedetik ia menatap nomor televon Devan di ponselnya.
Ia hendak menelevon cowok itu, tapi niat itu diurungkannya begitu saja.
Perasaan gue masih kelas 2 smp, ngapain
pusing-pusing banget mikir kaya gini? Udah ah! Tidur aja! batinnya.
****
Chika memasukkan buku-buku pelajarannya ke
tas ungu tua miliknya. Tas kesayangannya itu. Setelah selesai, ia bergegas ke
ruang makan untuk sarapan. Ia tidak sabar untuk sampai ke sekolah. Di ruang
makan suasana terlihat sepi seperti biasanya, tapi ada yang beda. Papa dan mama
Chika sedang duduk di kursi bersama Silvi dan Kevin yang asik makan. Sejenak
mereka berpandangan. Tapi Chika segera tersadar dan berjalan menuju kursi
favoritnya.
“Chika”panggil mamanya memecah keheningan. Chika menghentikan makannya.
“Kenapa?”tanyanya heran. Seketika semuanya menatap ke arah Chika. Cewek
itu memandang penuh tanya pada kedua kakaknya.
“Kamu
pacaran sama Devan, ya?”tanya mamanya hati-hati. Chika tersentak. Tubuhnya
menegang.
“Kata siapa
ma?”tanya Chika mencoba tenang.
“Silvi yang
bilang, dia mohon-mohon sama mama papa supaya gak marahin kamu”jawab mamanya.
Seketika pandangan Chika beralih ke arah Silvi dengan mengerutkan kening.
“Iyya...
Aku pacaran sama Devan”jawab Chika jujur. Ia tak tau apa resiko kejujurannya
ini. Ia sudah pasrah.
Mama Chika
menghela nafas, sementara papanya hanya memejamkan mata menunggu kata-kata
selanjutnya yang keluar dari mulut istrinya itu.
“Kamu masih
kelas 2 smp, lagian kamu bentar lagi naik kelas 3, kamu harus fokus ke
pelajaran, jangan pacaran dulu, tapi...”sejenak mama Chika menghentikan
kalimatnya. “Kalau kamu mau pacaran sama dia sih gak apa-apa, asal gak
berlebihan aja, dan gak ngeganggu sekolah kamu”lanjutnya kemudian.
Chika
tertegun. Di pandangnya Silvi, Kevin, lalu papanya. Kemudian pandangannya
kembali ke mamanya.
“Maafin
Chika, Chika kira mama papa gak peduli lagi sama Chika”jawab Chika lalu
menunduk.
Mamanya
tersenyum. “Mama papa juga minta maaf udah jarang di rumah, gak bisa ngumpul
bareng kalian lagi, ini gara-gara kerjaan”kata mamanya.
“Tapi
kalian tenang aja, papa mama sekarang udah gak banyak kerja lagi, jadi punya
banyak waktu buat kalian”papanya mulai bicara. Seketika senyum mengembang
dibibir ketiga anaknya itu. Terlebih Chika. Kemudian mereka saling berpelukan.
“Berarti
Silvi juga udah boleh pacaran kan ma, pa?”tanya Silvi dengan penuh semangat.
Mama papanya mengangguk sambil tersenyum. Sontak saja, Sivi langsung berseru
kegirangan.
“Kak Silvi
pacaran sama kak Ditya kan?”tanya Chika dengan senyum jahil. Wajah Silvi
bersemu merah.
“Tau aja
deh kamu!”jawab Silvi sambil mengacak-acak rambut Chika. Adik perempuannya itu
langsung cemberut. Lalu Chika melirik jam tangannya dan matanya terbelalak.
“Mampus deh udah jam 7 kurang 10!! Kak Kevin
ayo anterin!”serunya nyaring. Semua mata tertuju pada Chika kemudian tersadar.
Silvi juga berseru panik. Tapi... Kevin tidak bicara apa-apa.
Secepat
mungkin Chika menoleh ke kursi Kevin. Tidak ada. Dan Chika menoleh ke halaman.
Kevin baru saja menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi.
“KAK
KEVIIINNN!!”teriak Chika, tapi percuma, Kevin sudah melesat pergi.
“Udah, ayo
papa anterin Chika sama Silvi”kata papanya kemudian. Chika dan Silvi bernafas
lega.
****
Chika tidak
bisa menyembunyikan senyuman di bibirnya. Seluruh siswa di kelas memandangnya
heran.
“Lo kenapa
Chik?”tanya Naya heran.
“Gak apa,
lagi seneng aja, liat Devan gak?”Chika balas bertanya.
“Tadi gue
liat dia ke kelasnya”jawab Naya. Chika hanya angguk-angguk. Kemudian bel
berbunyi dan mulailah pelajaran pertama di kelas Chika.
****
Bel
istirahat berbunyi. Chika bergegas keluar kelas menuju lapangan basket.
Dilihatnya Devan sedang bermain basket di lapangan itu. Tangan Chika melambai saat
Devan melihat ke arahnya. Langsung saja cowok itu berlari ke arah Chika
berdiri.
“Hai”sapa
Chika.
“Hai Chika,
tumben kesini sendiri? Ada apa?”tanya Devan heran. Tidak biasanya Chika datang
sendirian ke lapangan basket.
“Bisa
ngomong bentar gak?”tanya balik Chika dengan sungkan. Devan melihat ke arah
lapangan lalu mengangguk. Ditariknya tangan cewek di depannya itu menuju taman.
“Ada apa
sih Chik?”Devan makin penasaran.
Chika
menarik nafas. “Van, aku udah boleh pacaran”katanya memulai pembicaraan. Devan
tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya itu. Ia langsung memeluk Chika.
“Maaf
Chik”katanya malu. Chika tersenyum lalu melanjutkan kalimatnya.
“Tapi
bentar lagi kita kan kelas 3, harus fokus sama peajaran, lebih baik kita putus
dulu deh, ntar kalo udah lulus kita balikan lagi”kata Chika dengan sedih, tapi
tekadnya sudah bulat.
Devan
mendesah. “Yakin?”tanyanya. Chika mengangguk mantap.
“Iya, aku
sayang kamu Devan”kata Chika dengan tulus. Devan tersenyum.
“Aku juga
sayang kamu, jangan sampe nilai-nilai kamu jelek ya ntar kelas 3”Devan
tersenyum nakal. Chika memperagakan hormat kepada presiden.
“Lucu deh
kamu Chik!”Devan mengacak-acak rambut Chika. Wajah cewek itu langsung cemberut.
“Sahabat?”tanya Chika sambil mengangkat jari kelingkingnya. Segera saja
Devan menautkan kelingkingnya dikelingking Chika.
“Sahabat!”jawabnya mantap. Keduanya tersenyum penuh makna. Kemudian bel
masuk terdengar nyaring.
“Yah dah
masuk”kata Devan lemas. Chika menepuk pundak Devan pelan.
“Ntar kan
kamu bisa ke rumah aku”ucap Chika mengingat nanti tidak ada istirahat kedua.
“Iya sih,
ya udah, yuk masuk”katanya lalu menggenggam tangan Chika dan mereka berjalan
berdampingan menuju kelas masing-masing. Devan menoleh ke cewek di sampingnya
lalu tersenyum. Chika menoleh dan ikut tersenyum.
By : Rizka P
Setetes
Air Hujan
Sebuah buku
tebal terjatuh di depan Dara. Gadis itu mendongak dan mendapati mata elang
seorang cowok di hadapannya.
“What
happen?!”tanya Dara heran. Tatapan cowok itu semakin tajam, membuat Dara bergidik
ngeri.
“Apa lo
bilang?! What happen?! Lo masih tanya gitu setelah ngambil buku ini sembarangan
dari kamar gue?!”serunya menggelegar. Seketika mulut Dara langsung ternganga.
Buku itu! Ya buku tebal itu memang ia ambil di kamar cowok yang sedang ada di
depannya ini. Ia penasaran pada buku itu. Tapi ia tidak sempat membukanya, dan
memutuskan akan mengembalikan buku itu saja. Tapi yang terjadi tidak sesuai
rencana. Cowok ini pasti menemukan buku itu di kamar Dara barusan.
“Devan,
maaf gue udah lancang, tapi sumpah gue belum baca satupun isinya!”kata Dara
menegaskan. Devan mendengus.
“Andai aja
gue bisa percaya. Tapi kali ini enggak Ra! Gue gak bisa percaya lagi sama lo!
Gue rasa persahabatan kita enggak ada gunanya Ra!”seru Devan lalu ia mengambil
buku itu dan pergi begitu saja dari hadapan Dara.
Gadis itu
termangu diam. Segampang itukah Devan mengatakannya? Persahabatan mereka enggak
ada gunanya? Apa benar begitu? Setelah tiga tahun sahabatan, dan hanya karena
masalah kecil ini, Devan bilang persahabatan mereka enggak ada gunanya? Dara
memang tidak tahu seberapa penting buku tebal itu untuk Devan. Tapi ia tidak
mau mengerti. Karena Devan sendiri tidak berbagi cerita apapun tentang buku itu
padanya. Sekalipun tidak pernah. Dan akhirnya Dara hanya terdiam. Air matanya
mulai mengalir tetes demi tetes sampai membanjiri wajahnya. Ia terluka.
****
Ada saatnya
di mana seseorang benar-benar murka. Tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi
di hari esoknya. Apakah orang itu akan membencinya seumur hidup padahal mereka
sudah lama bersahabat? Atau orang itu justru akan minta maaf? Itu tergantung
dengan orang itu sendiri.
Dara duduk
di taman tempat ia dan Devan biasanya bersama. Ia masih menunggu cowok itu
datang, walaupun mustahil. Insiden kemarin pasti membuat Devan tidak mau
melihatnya lagi. Yah, walaupun Dara tidak benar-benar yakin Devan memutus
persahabatan mereka saat itu juga. Bagaimana mungkin Devan semudah itu memutus
persahabatan mereka? Dara memang tidak tahu seberapa penting buku itu. Tapi ia
tidak mau peduli. Ia tidak tahu buku itu ada sebelumnya. Ia bahkan tidak tahu
isinya setelah diam-diam mengambil buku itu. Tapi Devan juga tidak mau peduli.
Ia sudah terlanjur murka. Dan sudah jelas kalau di hari esoknya Devan akan
membencinya seumur hidup.
Dara menghela
nafas lalu ia hendak bangkit saat seseorang menarik tangannya. Seorang cewek
yang dikenal Dara sebagai adiknya Devan berdiri di depannya sekarang.
“Hey kak,
gue kesini mau ngewakilin kak Devan. Gue tahu kalian lagi ada masalah. Dia
tadinya datang ke sini, tapi dia gengsi mau nemuin lo kak. Jadinya gue yang
nemuin lo di sini”kata cewek itu lalu duduk. Dara mengikutinya duduk.
“Jadi...?”tanyaku tidak mengerti arah pembicaraan ini ke mana. Cewek
mungil bernama Tasha ini menyipitkan matanya.
“Lo gak
ngerti kak? Aduh! Kak Devan malu ketemu elo, dan gue merintahin lo supaya
nemuin dia di rumah sekarang”kata Tasha enteng. Dara melongo. Ini anak kecil-kecil
suka merintah ya!
“Tunggu Sha, sebenarnya
buku itu seberapa penting sih buat Devan? Kenapa dia marah banget sama gue
karena gue ngambil tuh buku? Padahal gue belum ngebuka bukunya sedikitpun lho”kata
Dara. Tasha menggembungkan mulutnya.
“Kalo mau tahu, makanya
ayo ke rumah kak”katanya lalu langsung menarik tangan Dara menuju mobilnya yang
terparkir di ujung jalan. Dara memutar kedua bola mataku kesal. Tasha memang
tipe cewek yang suka memaksa. Tapi Dara suka padanya, karena Dara tahu ia
begitu sayang pada sahabat kakaknya ini. Bahkan Tasha pernah terang-terangan
menyuruh Devan untuk berpacaran dengan Dara. Saat itu Dara hanya tersenyum
malu, sementara Devan terlihat salah tingkah. Tasha adalah murid kelas dua SMA.
Setiap Dara ada waktu luang sepulang kuliah, ia ke rumah Devan untuk mengajari
Tasha mengerjakan PR. Tasha sudah seperti adiknya sendiri. Setiap Devan dan
Dara ada masalah, pasti cewek mungil ini ikut menyelesaikannya.
Mereka sudah berada di jalan raya. Tiba-tiba
Tasha memberhentikan mobilnya. Dara menatapnya heran.
“Mau ke mana?”tanya Dara.
“Gue haus kak, ke supermarket itu dulu ya”katanya.
Dara mengangguk.
Dara keluar dari mobil sambil menunggu
Tasha. Tak lama kemudian Tasha keluar dari suermarket dan melambai pada Dara.
Lalu ia berjalan sambil tersenyum. Dara melihat sesuatu melesat dengan cepat
dari sudut matanya. Matanya terbelalak lalu ia berlari cepat ke arah Tasha.
BRAK! Benturan keras membuat dunia serasa
gelap bagi Dara.
****
Sinar matahari menerjang mata Dara. Ia
tersadar bahwa ini bukan di rumahnya. Ia merasakan tangannya digenggam erat
oleh seseorang. Ia menoleh. Devan. Cowok itu tengah tertidur di sampingnya.
Lalu ia melihat ke sekitar. Ini rumah sakit. Dara mencoba mengingat-ngingat apa
yang terjadi sebelumnya. Dan ia teringat. Tabrakan itu. Di mana Tasha sekarang?
Dan tiba-tiba pintu kamar terbuka menampakkan sosok Tasha yang sedang membawa
buah. Ia ternganga bahagia saat melihat Dara sudah sadar.
“Kak Dara! Syukurlah kakak udah
sadar”serunya. Devan terbangun dan mendapati tangannya masih menggenggam erat
tangan cewek ini. Ia segera melepaskannya dengan malu.
“Hei Tasha”sapa Dara sambil tersenyum. Tasha
memandangnya dengan bersalah.
“Gara-gara gue kakak jadi kayak gini, maaf
ya kak, dan makasih udah nyelamatin gue”kata Tasha sambil duduk di dekat Dara.
“Gapapa, gue seneng kok nyelamatin elo”jawab
Dara tulus. Mereka terus mengobrol dan melupakan ada Devan di situ.
“Ehem..”deham Devan. Mereka berdua menoleh.
Lalu Tasha tersenyum geli.
“Gue keluar dulu ya kak, dimakan nih
buahnya”kata Dara lalu keluar dari kamar. Kini tinggal Devan dan Dara yang ada
di kamar.
“Ra..”panggil Devan. Dara menoleh. Cowok itu
menahan kata-katanya. Dara terus memandangnya. Menunggu.
“Maafin gue karena udah kasar sama lo, gue
gak maksud ngomong gitu, waktu itu gue udah marah banget Ra, maafin gue”kata
Devan. Cewek yang sedang terbaring ini menghela nafas.
“Kadang gue gak ngerti apa itu persahabatan
yang sesungguhnya, tapi gue tahu, persahabatan itu didasari sifat saling
mengerti dan percaya. Tapi kalau udah gak saling percaya sih..”
“Kok lo ngomongnya kayak kita orang pacaran
yang lagi marahan sih?”potong Devan. Mata Dara membulat.
“Eh elo kan tadi minta maaf, kenapa jadi
nyolot lagi sih”kata Dara sewot.
“Iya iya deh maaf, lagian elo lagi sakit
tetep aja ngoceh panjang lebar, btw makasih udah nolongin adik gue”
“Iya, gue ikhlas kok, eh gue belum selesai
ngomong tadi”
“Yaudah cepet terusin”
“Gue cuma penasaran sama isi buku itu, gue
minta maaf kalau gue lancang, tapi masa lo gak nyeritain ke sahabat lo sendiri
tentang buku itu? Dan seberapa penting buku itu sih?”
Devan terdiam sejenak. “Buku itu penting
banget buat gue, isinya tentang kehidupan gue, gak boleh ada satupun orang yang
baca buku itu”
Hening. “Semacam diary gitu?”Dara hendak
tertawa.
“Ya terserah lo mau bilang apa. Jadi..?”
“Sahabat akan selalu mengerti”kata Dara
penuh makna.
“Yang jelas dong”tuntut Devan. Dara hendak
menjawab, tapi tiba-tiba terdengar suara seperti air terjun di luar. Mereka
menengok keluar.
“Hey! Ini hujan yang pertama kalinya di
Jakarta buat tahun ini!”seru Dara.
“Iya bener, gue jadi inget dulu pertama kali
kita sahabatan, waktu lo bilang mau jadi sahabat gue, hujan tiba-tiba turun,
setetes demi setetes, dan sekarang..”Devan menggantung ucapannya. Dara mnoleh
heran.
“Dan sekarang kenapa?”tanyanya.
“Dan sekarang hujan mengiringi bersatunya
cinta kita”ucap Devan penuh makna. Mata Dara langsung terbelalak.
“Lo nembak gue..?”tanya Dara kaget. Tidak
percaya.
“Ya. Gue cinta sama lo Ra. Sejak dulu”kata
Devan. Dara terdiam membeku. Tidak menyangka akan secepat ini Devan menyatakan
cintanya. Yah, memang tidak cepat. Bahkan mungkin terlalu lama. Tapi Dara
merasakan ini terlalu cepat.
“Lo harusnya tahu perasaan gue”jawab Dara.
Cowok itu tidak mengerti.
“Kok gitu?”
“Eh? Tasha gak pernah cerita ya?”Devan
menggeleng.
“Berarti dia gak ember dong, emm..”Dara
berhenti sejenak,”gue juga cinta sama lo Dev”
Mata Devan berbinar-binar. Lalu ia tersenyum
penuh makna.
“Jadi kita..?”tanya Devan.
“Jalani dulu apa yang udah terjadi”lanjut
Dara dengan tersenyum. Devan ikut tersenyum, tapi tidak terlalu tulus. Tapi ia
bersyukur cewek ini juga mencintainya.
Persahabatan itu selalu indah. Dan
persahabatan itu bisa menjadi cinta. Kadang cinta itu menyakitkan kalau orang
yang kita cintai tidak mencintai kita. Tapi cinta akan terasa indah jika mereka
tetap menjalaninya sesuai apa yang sudah terjadi.
By Rizka Prs.
Waiting
For Love
Angin berdesir dengan hangatnya menyapu
tubuhku. Ku lihat jalanan masih sepi sekali. Hanya segelintir orang yang
berlalu lalang di tempat ini. Inilah aku. Gadis yang suka menyendiri tanpa
gangguan orang lain. Menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi. Namaku
Olivia Andera. Semua orang biasanya memanggilku Olivia. Hanya satu orang yang
memanggilku dengan panggilan berbeda. Orang itu memanggilku Dede. Panggilan
yang aneh menurutku. Tapi aku tak tau kalau ternyata ia akan selalu menempati
ruang dihatiku sampai sekarang. Ia membuatku selalu memikirkannya. Ia membuatku
selalu bahagia. Tapi ia juga membuatku jadi seperti ini. Gadis yang suka
menyendiri.
****
Two
years ago....
“Hey! Kamu yang di
sana! Kesini!”aku mendengar ada seseorang yang berteriak. Sesaat aku berbalik
dan menatapnya dengan kening berkerut. Saat aku memutuskan untuk kembali
berjalan, ia kembali berteriak dan berlari menuju tempatku berdiri.
“Kamu manggil
aku?”tanyaku heran. Cowok itu mengangguk dengan tersenyum. Aneh sekali orang
ini!
“Iya kamu! Kemaren
aku liat kamu di fakultas kedokteran, nah aku kan mau masuk kesana, jadi aku
perlu info, aku mau tanya kamu”katanya dengan santai. Ekspresi wajahnya hanya
datar.
“Info? Kenapa harus
aku sih? Tanya orang lain aja deh!”seruku lalu berjalan begitu saja. Ku kira ia
akan mengejarku. Tapi ternyata tidak! Ya sudah aku tinggalkan saja dia.
Hari ini adalah
hari pertamaku masuk di Universitas Gadjah Mada itu. Aku sangat senang saat
diterima di kampus itu, apalagi aku diterima di jurusan Seni Musik. Aku sangat
bahagia sekali! Oh ya, kenapa cowok tadi mengira aku masuk fakultas kedoteran
ya? Katanya ia melihatku di sana? Memangnya kapan aku kesana? Memangnya pernah?
Udah ah gak usah dipikirin! Lebih baik aku masuk dulu ke ruangan kelasku.
****
Lagi-lagi musik
rock! Kenapa sih setiap aku jalan di depan ruangan ini yang kedengaran cuma
musik rock? Gak enak banget! Ngerusak gendang telinga aja! Pasti cowok-cowok!
Kenapa lagi aku harus masuk kesini? Apa gak ada materi lain buat awal semester?
Argh!
Pelan-pelan ku buka
pintu ruangan musik ini. Waw! Tempatnya bagus juga sih. Eh kenapa belum pada
dateng kesini? Bukannya tadi di suruh kesini ya? Eh loh kok malah ada orang
sangar-sangar begini sih? Mati aku!
“Hallo manis, ada
apa kesini?”tanya seorang cowok yang wajahnya seram itu. Dia paling seram ih!
“Eng-enggak apa-apa
kok kak, permisi”kataku lalu bergegas pergi. Tapi tanganku langsing ditarik.
Mati bener aku!
“Jangan pergi dulu
dong! Main dulu kesini”kata cowok di sampingnya. Ngeselin banget sih nih
cowok-cowok!
“Enggak kak,
makasih”kataku mencoba tenang. Semoga gak dibacok deh!
“Ayolah masuk
dulu”kata cowok paling sangar itu lagi. Aduh pasrah deh! Daripada beneran
dibacok!
Ternyata
orang-orang di dalam ruangan ini gak seram-seram kaya dua orang tadi juga.
Mereka wajahnya kalem-kalem malahan! Eh itu yang megang gitar kok kayanya aku
pernah liat ya? Oh ya! Dia itu kan cowok yang asal teriak ke aku kemarin! Kok
dia malah di sini sih? Aneh!
“Duduk dulu,
manis”kata cowok paling sangar itu. Aku cuma mengangguk dan tersenyum paksa.
“Kenalin, gue Diko,
ini Endra, elo siapa?”ohh jadi cowok paling sangar itu namanya Diko? Eh ini
mereka orang Jogja kan? Kok ngomongnya pake elo-gue sih? Gaya bener!
“Aku Olivia,
kak”jawabku kalem.
“Ohh Olivia, eh kok
daritadi elo manggil kita kakak sih? Gak enak banget tau!”kata si Diko seram
ini. Terus manggil apa kakak seram? Huh!
“Kan kakak itu udah
senior, aku di sini masih baru banget”jawabku dengan tenang.
“Yaelah elo!
Manggil gue Diko aja, yah walaupun gue udah semester empat, tapi gak enak kalo
lo manggil gue kakak”katanya lagi. Bawel amat nih cowok!
“Oh ya udah deh
kak, eh Diko”kataku akhirnya. Padahal aku kan pengen bilang,”Sok banget deh
kamu, om sangar!”
Pasti semuanya
bakal ketawa dan aku langsung jadi korban pembunuhan disitu. Keren juga! Haha.
“Bagus,
ngomong-ngomong elo ngapain di sini?”kali ini giliran temannya yang bernama
Endra yang bertanya.
“Tadi kata dosennya
materi hari ini tentang musik rock, ya jadinya aku kesini, tapi kok gak ada
anak-anak yang lain ya?”tanyaku bingung. Aku sudah seperti kelinci masuk ke
kandang singa saja!
“Elo telat! Mereka
udah dari tadi kesini! Belum semuanya sih, tapi udah banyak pokoknya!”kata
Endra dengan antusias. Apa? Udah dari tadi? Kok bisa?!
“Oh gitu, ya udah
aku keluar dulu”kataku kalem. Padahal aku tadi hampir aja teriak! Lagi-lagi
mereka nyegah aku! Maunya apa sih??
“Kan elo belum
ngapa-ngapain! Ayo dicoba dulu alat musiknya! Ntar kita tunjukin cara ngerock
yang baik!”kata Diko dengan bersemangat. Ngerock yang baik? Apaan lagi nih??
“Ya udah
deh”jawabku pasrah lalu kembali duduk lagi.
“Temen-temen! Di
sini ada anak baru yang mau minta di ajarin musik rock, jadi elo semua pada
diem dulu ya!”teriak Diko dengan bangganya. Emang dia bosnya ya? Eh siapa juga
yang mau minta diajarin musik rock? Aneh aneh aja nih orang!
Seketika semuanya
langsung ngeberhentiin main musiknya. Dia emang bosnya ya? Gila bener deh!
Kembali lagi aku melihat ke arah cowok gak jelas kemarin itu lagi. Semenjak
hari itu aku menyebutnya cowok gak jelas! Ternyata dia juga lagi ngeliat aku.
Matanya terbelalak. Tapi cuma sebentar, karena ia langsung senyum.
“Oke, jadi musik
rock itu... bla.. bla.. bla”bodo amat lah ngomong apa! Aku cuma
ngangguk-ngangguk doang waktu Diko ngejelasin. Abis ngejelasin, dia langsung
mainin musiknya sambil nyanyi teriak-teriak. Aku budek nih lama-lama di sini!
Arrghh siaaall!!
Akhirnya selesai
juga nih ngocehnya! Akhirnya aku bisa keluar dari ruangan ini! Untung aku belum
terlanjur gila!
Tiba-tiba aku
merasakan bahuku di sentuh seseorang. Waktu aku berbalik, orang itu udah
tersenyum manis banget. Ternyata cowok –Gak Jelas- itu!
“Hai”sapanya.
Apa-apaan nih?!
“Hai juga”balasku
sok ramah.
“Jadi nama kamu
Olivia ya? Olivia siapa? Oh ya, aku Davi”katanya dengan ramah. Oh namanya
Davi.. Eh kenapa dia tanya aku Olivia siapa? Gak jelas banget nih cowok!
“Olivia
Andera”jawabku polos.
“Ohh, aku manggil
kamu Dede ya?”katanya dengan nada memohon. Aku menyernyit heran. Dede? Apaan
tuh?
“Kenapa
Dede?”tanyaku langsung. Dia tersenyum dengan bangganya.
“Nama kamu kan
Andera, ada De’nya, ya aku tambahin aja, jadinya Dede”jawabnya. Kok nih cowok
sok akrab banget sih?
“Oh ya udah deh boleh
aja”jawabku dengan terpaksa. Ingat! Hanya ter-pak-sa! Supaya nih cowok senang.
“Oke
makasih”katanya lalu pergi begitu saja. Loh eh? Biasanya orang minta nomor
televon gitu atau nanya apa gitu, nah ini cuma nanya nama doang? Bener-bener
gak jelas tuh cowok! Eh siapa tadi namanya? Oh ya, Davi.
****
Hari ini aku ketemu
lagi sama cowok bernama Davi itu. Lagi-lagi di ruang musik rock itu. Kata
dosennya, masih materi musik rock, jadinya kesini lagi deh. Untung sekarang aku
bareng temen-temen.
“Hai”sapa Davi
dengan senyuman seperti biasanya.
“Hai juga”balasku
dengan tersenyum. Tumben ya aku tulus waktu senyum ke dia? Eh siapa nih main
senggol-senggol aku?? Oh ternyata Devina.
“Kenapa
Dev?”tanyaku heran. Devina memandangku dengan senyum mengembang seolah
mengisyaratkan sesuatu. Langsung saja aku mengerti sewaktu Devina menunjuk seseorang
dengan pandangan matanya.
“Davi, kenalin, ini
temen aku, namanya Devina”kataku pada Davi yang kebetulan memilih duduk di
sampingku.
“Oh ya,
Davi”katanya kemudian. Ku lihat Devina tampak kecewa saat melihat Davi tidak
menjulurkan tangannya.
“Aku Devina, eh
kamu anak baru ya?”tanya Devina dengan berani. Pasti deh nih anak PDKT!
“Bukan kok, aku
udah semester empat”jawab Davi dengan ekspresi wajah datar. Hah? Semester
empat? Buset! Berarti seniorku juga dong, sama kaya Diko dan Endra!
“Wah ternyata udah
senior yaah.. Kirain baru juga, kak”kata Devina dengan tersenyum manis. Baru
kali ini aku melihat Devina tersenyum sangat manis sekali pada cowok! Padahal
biasanya dia galak banget! Maklum lah, karena kecantikannya, pasti banyak yang
naksir dia, makanya dia jadi harus ngegalakin satu-satu cowok yang ngedeketin
dia.
Ku lihat Davi hanya
tersenyum tipis. Itupun hanya sekilas. Kini giliran aku yang harus
menginterogasinya!
“Jadi kamu udah
semester empat? Aku manggilnya kakak dong?”tanyaku mencoba memancing perhatian
Davi. Ternyata dia menoleh! Lagi-lagi dengan senyumnya. Aduh maafkan aku
Devina. Haha.
“Gak usah, kamu
panggil aku Davi aja”jawab Davi santai.
“Oh gitu, kok kamu
pernah bilang mau masuk fakultas kedokteran sih? Bukannya kamu udah masuk
jurusan Seni Musik ya?”tanyaku. Kali ini aku bertanya karena sungguh-sungguh
penasaran.
“Enggak ada kok
yang mau masuk fakultas kedokteran, aku iseng aja tanya kamu waktu itu, eh
ternyata kamunya galak banget!”kata Davi lalu terkekeh pelan. Galak? Yah
terserah deh!
“Yah abisnya
teriak-teriak gak jelas, terus nanyanya juga gak jelas! Aku kan bukan masuk
fakultas kedokteran, dan aku gak inget kapan aku masuk buat daftar fakultas
kedokteran , jadinya sebel aja”kataku jujur.
“Aku cuma iseng
aja, hehe, aku juga gak pernah liat kamu kok di tempat fakultas kedokteran,
cuma aku tertarik aja waktu liat kamu, yah jadi iseng nanya itu deh”Davi
terkekeh lagi. Aku baru sadar kalau ia ternyata sangat tampan. Pantas aja
Devina langsung kepincut. Eh dia bilang apa tadi? Tertarik waktu liat aku? Eh?
“Oh gitu”kataku
singkat. Padahal tadi aku kan pengen nanya kenapa dia tertarik sama aku! Eh kok
jadi jawab gini ya aku? Eh apaan nih senggol-senggol lagi? Oh ya! Aku hampir
lupa ada Devina di sini. Eh muka nih anak kusut amat? Kaya abis kecebur got.
Haha.
“Kamu kok akrab
banget sih sama kak Davi? Manggilnya cuma Davi doang lagi!”ucap Devina lirih.
Aku linglung sendiri. Baru sadar. Davi gak nyuruh Devina manggil dia gak dengan
sebutan kak ya?
“Gak akrab kok!
Davi yang nyuruh”jawabku tenang. Wajah Devina makin kusut aja!
“Ah kamu!”Devina
tambah kesal. Bodo amat lah dia mau marah-marah banting barang di rumah!
Aku cuma mengangkat
bahu lalu tersenyum tanpa rasa bersalah. Lalu ku lihat ke sampingku lagi.
Ternyata Davi lagi sibuk dengan gitarnya.
“Kamu suka musik
rock ya?”tanyaku pada Davi. Ku lirik sampingku. Huffftt untung Devina udah
menghilang entah kemana.
“Iya, kamu?”
“Gak banget! Aku
benci banget sama suara-suara bisingnya tuh!”jawabku dengan kesal. Ia terkekeh.
“Gak bising banget
kok, asik juga musik rock!”
“Iya menurut
kamu!”kataku ketus. Kok aku jadi emosi begini ya kalo denger nama rock? Eh tadi
yang ngebahas tentang rock siapa sih? Aduh kenapa aku jadi bego sendiri
gini!?!?
Davi tersenyum
tipis lalu serius lagi dengan gitarnya. Kenapa sih cowok sering banget bikin
penasaran? Huh.
****
Semenjak hari itu,
aku sudah mulai akrab dengan Davi. Ia ternyata orangnya sangat asik diajak
ngobrol. Kalau menurutku sih. Tapi kalau menurut orang-orang, Davi itu orangnya
cuek, gak peduli orang, dingin, kaku, gak murah senyum, de-el-el. Masa sih? Beda
banget sama Davi yang selalu deket sama aku. Dia selalu senyum, selalu bikin
aku bahagia, gak pernah leluconnya abis! Pokoknya asik banget kalo sama Davi!
Nah sampai juga di
kelas. Huh. Masih sepi. Anak kuliah pada gak rajin nih! Berangkatnya siang-siang
mulu. Aku lihat cuma Devina yang udah berangkat. Tak disangka-sangka, Devina
berjalan ke arahku.
“Selamat ya
Liv”kata Devina dengan tersenyum. Alisku langsung menyatu.
“Selamat? Buat
apa?”tanyaku heran.
“Kamu gak sadar ya?
Kak Davi itu suka sama kamu! Jadi, selamat kamu udah bisa ngenaklukin kak Davi”kata
Devina dengan tersenyum miris lalu pergi keluar kelas.
Aku masih terpaku
di tempat ini. Apa bener Davi suka sama aku? Mana mungkin? Kenapa aku gak
pernah sadar? Apa aku juga udah jatuh cinta sama Davi? Gak tau lah! Pusing aku!
Aku keluar dari
kelas dan langsung ketemu sama Davi. Cowok itu masih tersenyum ramah, tapi
kenapa wajahnya pucat?
“Hai Dede”sapanya.
“Hai juga
Davi”balasku.
“Aku ke kelas dulu
ya”katanya lalu pergi begitu saja. Hey! Kenapa dengan Davi? Apa ada yang salah?
Kok dia jadi ikutan dingin gitu sama aku?
****
Pagi ini aku
berangkat kuliah agak siang. Karena jadwalku memang bukan pagi-pagi seperti
kemarin. Langsung saja aku ke kelas Davi. Aku penasaran apa yang terjadi sama
dia. Semenjak pagi kemarin, aku gak ketemu lagi sama dia. Aku televon, gak
diangkat. Aku sms, gak dibales. Kenapa sih Davi?
Di kelas Davi udah
banyak orang. Aduh nanya siapa nih? Eh itu ada Diko! Aku panggil dia aja ahhh.
“Diko!”seruku. Ia
langsung berjalan ke arahku. Ternyata sekarang dia sudah lebih rapi. Tidak
seperti dulu yang kelihatan seram itu.
“Kenapa Olivia
manis?”tanyanya. Manis lagi! Gak pernah bisa kasih julukan yang lain apa?!
“Davi ada
gak?”tanyaku langsung. Seketika wajah Diko langsung muram.
“Kirain nyariin
gue! Davi gak ada”jawabnya datar. Apa? Davi gak ada? Dia kemana?
“Kemana?”
“Olivia manis,
jangan tanya gue! Elo tanya sama yang bukan musuhnya Davi aja!”
Apa? Musuhnya Davi? Musuh dalam hal apa? Ah
palingan juga dalam musik rock! Dasar aneh! Kenapa pake jadi musuh segala coba?
“Ya udah,
makasih”aku langsung bergegas pergi. Untung tanganku gak ditarik.
Kembali lagi ke
fikiran bingungku. Davi kemana? Kenapa dia gak ngasih kabar? Apa dia marah sama
aku? Tapi kenapa? Davi.. Please.. Aku mau bilang kalau aku cinta sama kamu! Aku
baru sadar Dav! Aku cinta kamu! Kamu kemana???
****
Hari ini Davi gak
masuk lagi. Ya Tuhan! Kenapa Davi gak masuk lagi? Dia bener-bener udah buat aku
gila sendiri!
“Kamu Olivia
kan?”tanya seseorang di belakangku. Aku menoleh kemudian menyernyit heran.
“Iya, siapa ya?”
Cewek itu
tersenyum.”Aku Liona, sepupunya Davi, dia nitip surat buat kamu, nih”kata cewek
itu sambil memberikan amplop bewarna biru cerah yang sejak tadi digenggamnya
itu.
“Sepupunya Davi?
Davi kemana?”tanyaku langsung.
“Kamu baca aja
surat itu, udah ya, duluan, bye”katanya lalu pergi.
“Makasih!”seruku.
Ia kembali menoleh lalu tersenyum. Pandanganku beralih ke amplop itu. Surat
dari Davi? Memangnya Davi kemana? Lebih baik aku baca saja surat ini.
To : Olivia Andera (Dede)
Aku minta maaf gak nemuin kamu lagi. Aku
minta maaf gak ngabarin apa-apa lagi ke kamu. Aku harus pergi, De. Pergi jauh
banget. Maaf karena aku harus pergi secepat ini. Sekarang aku mau jujur sama
kamu, aku cinta sama kamu. Aku sayang sama kamu. Sayang banget. Sejak pertama
kali lihat kamu di depan kampus itu aku udah suka sama kamu. Aku berharap kamu
sadar kalau aku suka sama kamu. Tapi ternyata kamu gak sadar. Aku lihat, kamu
malah nyoba ngehindarin aku. Tapi ternyata setelah ketemu di ruang musik rock itu,
kita jadi akrab. Aku seneng banget kita bisa akrab. Tapi sayangnya kesenanganku
gak lama. Aku terkena penyakit kanker otak. Dan itu udah parah. Kita gak bisa
bersama-sama lagi. Saat kamu baca surat ini, itu tandanya aku udah enggak ada.
Aku udah tenang di alam sana. Makasih udah buat hari-hariku jadi bahagia.
Makasih udah selalu ada buat aku. Cinta itu akan selalu ada dihatiku selamanya.
Jangan bersedih karena aku meninggalkanmu. Hapuslah air matamu, karena air
matamu air mataku juga. Selamat tinggal Dede. Cintaku akan selalu
menyertaimu...
Yang menyayangimu,
Davidika Fernanda (Davi)
Kenapa Davi tega
meninggalkanku? Kenapa ia meninggalkanku begitu saja? Aku
mencintamu Davi! Kenapa kamu ngebuat kekosongan dihatiku kaya gini? Aku sakit
Dav! Aku sakit! Aku gak bisa hidup Dav! Gak bisa! Aku sayang kamu! Davi! Aku
cinta kamu! Kenapa kamu tiba-tiba ninggalin aku? Kenapa setelah aku menyadari
kalau aku cinta sama kamu, kamu malah ninggalin aku? Kenapa? Aku ngerasa
hidupku hampa tanpa kamu Dav! Ya Tuhan...
****
Ya ampun. Aku teringat lagi dengan masa dua
tahun lalu itu. Davi tega membuatku sedih seperti ini! Ia membuatku jatuh cinta
padanya, tapi ia juga yang membuat kekosongan dihatiku sampai sekarang. Aku
belum bisa melupakannya. Mungkin rasanya aneh. Tapi memang kenyataannya aku
masih mencintai Davi dengan seluruh jiwaku. Selama dua tahun ini, aku lebih
sering termenung di taman depan kampusku. Tempat inilah saat aku pertama kali
bertemu dengan cowok itu. Ia sengaja berteriak padaku. Mulanya aku kesal
padanya. Tapi entah mengapa aku jadi mencintainya. Sampai sekarang rasa itu
tidak berubah. Sekalipun ada Diko yang mencintaiku. Tapi rasa ini tidak
berubah. Aku masih ingin sendiri. Menanti jika ada Davi yang lain. Davi yang
membuatku jadi seperti ini. Davi yang ku cintai dengan sepenuh hati. Aku harap,
di luar sana ada orang yang seperti Davi.
~Tamat~
By :
Rizka Pravitasari
In The Memories
Dream
Angin
malam berhembus sangat kencang mengenai tubuhku. Dengan alunan musik yang
mengalir dengan tenang, aku berjalan menuju ke depan panggung.
“Refranda Monica
silahkan naik ke panggung”. Sekali lagi aku mendengar nama itu dipanggil. Bukan
namaku memang. Tapi di sini aku mewakilkan gadis itu untuk naik ke panggung.
Saat aku menginjakkan kaki di panggung, semua mata tertuju padaku. Whats wrong?
“Maaf, Franda tidak
bisa hadir, dan aku yang mewakilkannya”ucapku menjawab semua wajah bingung
penonton. Lalu sang MC mendekat ke arahku dan membisikkan sesuatu. Aku
mengangguk.
“Namaku Alexandra
Vanesha, di sini aku mewakilkan Franda karena ia tidak bisa hadir dikarenakan sedang
ada acara, bisakah diterima?”tanyaku. Hening sejenak. Kemudian aku mendengar
ada seseorang yang berteriak.
“Alexa! Cepatlah
kembali!”seru seseorang itu. Aku teringat kembali kejadian tadi. Kemudian aku
tersenyum pada sang MC.
“Baiklah, berhubung
Franda tidak bisa hadir, maka hadiah itu akan kami titipkan pada Alexandra”ucap
sang MC. Setelah diberikan hadiah, aku mengucapkan terimakasih. Setelah itu aku
langsung berlari menuruni panggung dan naik ke mobilku. Aku harap gadis itu
tidak apa-apa.
****
Aku berjalan dengan
tergesa-gesa menuju suatu ruangan yang aku tuju. Dan di depan pintu ruangan itu
sudah berdiri seorang pria.
“Bagaimana dengan
gadis itu?”tanyaku khawatir.
“Ia sudah agak
baikan, kau tadi lama sekali”katanya dengan kesal.
“Maaf, kau tahu
sendiri kan aku tadi sedang mewakilkan gadis itu”jawabku.
“Ya aku tahu,
Alexa, kau sudah menghubungi orang tua Franda?”tanyanya. Aku tegelak.
“Kau gila?! Aku
bisa dipenjara karena menabraknya!”seruku. Pria itu menginjak kakiku.
“Ceroboh! Jangan
keras-keras! Tapi kau berfikir sedikit Lexa, gadis itu sekarang koma, dan orang
tuanya tidak tahu apa-apa, maka dari itu...”
“Kau salah! Aku
yakin orang tua Franda sudah tau! Dengan melihat acara live tadi. Yah walaupun
mereka hanya tahu Franda tidak bisa hadir karena ada acara”
“Sudahlah Alexa,
cepat hubungi orang tua Franda, kasihan dia”ucapnya lagi. Aku mendengus lalu
mengambil ponsel di tasku lalu menuliskan nomor yang ada diponsel Franda.
“Hallo”ucap orang
dari arah seberang.
“Hallo.. Selamat
malam.. Benarkah ini dengan ibunda dari Refranda Monica?”tanyaku memastikan.
“Oh iya benar, ini
siapa ya? Apa ini Alexandra Vanesha?”
Deg. Benar saja
keluarga Franda sudah tahu.
“Iya saya Alexa,
saya hanya ingin mengabarkan, anak ibu sekarang sedang koma karena
kecelakaan”kataku dengan berat hati. Wish you dont angry..
“APA? Franda
kecelakaan?? Sekarang ia dimana??”seru ibu Franda. Aku menarik nafas perlahan.
“Franda ada di
rumah sakit Citra Indah, di kamar nomor 13, sekarang keadaannya sudah
membaik”kataku.
“Baiklah saya akan
kesana segera, terimakasih”kata ibunya lalu menutup televon. Aku menghela nafas
lalu menatap pria itu dengan wajah memelas.
“Ayo kita pergi,
aku akan titip pesan pada suster nanti, semuanya sudah aku bayarkan”kataku.
Pria tadi mengangguk lalu mengikutiku pergi.
****
Aku melangkahkan
kakiku melewati lorong sekolah dengan malas. Sedetik kemudian ada seseorang
yang memegang pundakku.
“Hay!”serunya
mengagetkanku.
“Andre?! Kau suka
sekali mengagetkan orang!”ternyata Andre, pria yang selalu setia menemaniku
kemana saja.
“Itu kan hobiku..
Eh bagaimana dengan Franda?”tanyanya. Aku menggeleng.
“Orang tuanya tidak
menghubungiku lagi, tapi kemarin suster menelvonku, katanya besok Franda sudah
boleh pulang”
“Syukurlah kalau
begitu, kau tahu tidak Franda itu siapa?”Aku menyernyit heran.
“Memangnya siapa?”
“Dia itu gadis yang
waktu itu menolongku.”Mataku langsung membulat.
“Kau serius?? Jadi
Franda itu gadis yang waktu itu hampir kehilangan nyawanya gara-gara kau?”
“Ya memang itulah
dia”
“Berarti kau punya
utang padanya, dan aku, aku juga merasa utang padanya..”
Andre hanya
terdiam. Tumben. Biasanya ia langsung mengoceh.
“Kau tahu? Aku
cinta padamu”ungkap Andre dengan mengalihkan pandangannya. Aku terlonjak kaget.
Andre menyatakan cintanya padaku? Aku memang sudah menyadarinya sejak lama,
tapi baru kali ini Andre menyatakannya langsung.
“Andre... Aku juga
cinta padamu..”jawabku setelah beberapa saat terdiam. Ia menoleh lalu menatapku
dengan gembira.
“Kau serius?
Terimakasih. Jadi mulai sekarang kita pacaran?”ucapnya langsung. Aku tersenyum
lalu mengangguk. Sesaat, dunia terasa sangat menyenangkan. Walaupun aku tidak
tahu apa yang akan terjadi di esok hari.
****
Enam bulan hubunganku
dengan Andre berjalan dengan baik. Sampai hari ini, aku masih sering
berjalan-jalan bersamanya. Tapi hari ini aku bertemu seorang gadis yang aku
tabrak enam bulan yang lalu.. Aku bertemu Franda..
“Bukankah kau
Alexandra Vanesha? Kau yang waktu itu menabrakku dan membayarkan semua biaya
rumah sakit kan?”tanyanya.
“Kau benar sekali,
maaf karena aku langsung pergi setelah itu”ucapku dengan wajah bersalah. Franda
tersenyum.
“Ah tidak apa-apa,
kau lihat kan aku sudah sembuh sekarang”katanya lalu tersenyum.
“Oh ya, pria yang
waktu itu bersamamu kemana? Aku melihatnya sewaktu ia memanggilmu di acara tv
itu, orangnya sangat tampan”kata Franda dengan tersipu.
“Ia Andre, sedang
membeli minum, memangnya kenapa? Kau menyukainya?”tanyaku dengan was-was.
Ia terlihat
malu-malu. “Ya... Aku suka padanya”
Deg. Franda suka
pada Andre.. Dan itu artinya.. Aku harus merelakan Andre untuk Franda.. Karena
aku dan Andre samasama punya utang pada Franda..
“Kau benar-benar
suka padanya?”aku bertanya lagi.
“Ya, bahkan aku
sekarang cinta padanya”ucap Franda lagi. Dadaku terasa sesak. Sedetik kemudian
aku menyadari bahwa semua ini harus aku terima. Aku harus merelakan Andre untuk
Franda..
“Wah, kalau begitu
ayo aku kenalkan kau pada Andre”kataku sambil menarik tangan Franda. Orang yang
kami cari sedang melambai di pojok supermarket. Kemudian saat ia menuju ke arah
kami, aku pergi. Aku akan membiarkan mereka berduaan. Saat Andre dengan
keheranannya melihat aku pergi, saat itulah aku mengirimkan pesan singkat
padanya.
To : Andre
Tolong kau
bahagiakan Franda. Ia mencintaimu. Ingat kau punya hutang budi padanya. Aku
juga. Aku cinta padamu.
Setelah mengirim
pesan itu, aku tersenyum pada Andre. Dengan hati perih, aku melihat mereka
berduaan. Hatiku sakit. Tapi mau bagaimana lagi? Ini keputusanku. Aku harus
bisa mempertanggung jawabkan semuanya. Walaupun hatiku sakit. Hari ini aku
telah merelakan orang yang aku cintai kepada orang yang telah aku lukai..
****
Sinar matahari
menerobos lewat jendela kamarku. Saat membuka mata, aku melihat ada Andre
sedang duduk dengan tersenyum padaku. Kenapa ia bisa di sini? Bukankah ia sudah
bersama Franda?
“Andre, kenapa kau
di sini?”tanyaku heran.
“Bukankah kita
sudah janjian akan berangkat kuliah bersama?”ia balik bertanya. Aku
mengerjapkan mata lalu mencoba mengingat ingat. Aku kuliah? Andre kuliah?
Berangkat bersama? Eh? Apa aku baru saja bermimpi?
“Apa itu benar? Eh
bukankah kau sudah bersama Franda?”aku bertanya lagi. Mata Andre membulat.
“Franda? Siapa itu?
Eh sepertinya aku pernah dengar nama itu.. Ah ya! Franda itu gadis yang kau
tabrak setahun yang lalu! Dan.. Kau sudah tahu bukan kalau ia meninggal?”tanya
Andre. Tubuhku langsung bergetar. Franda sudah meninggal? Apa?? Jadi tadi itu
mimpi? Jadi Franda baik-baik saja itu hanya mimpi? Oh Tuhan.. Aku baru ingat.
Franda adalah gadis yang seumuran denganku, sewaktu malam itu aku tidak konsen
menyetir lalu menabraknya dan.. Dan Franda meninggal.. Apa karena aku terlalu
merasa bersalah sehingga aku bermimpi kalau Franda masih hidup?
“Alexa? Kenapa kau
bengong?”Andre mengagetkanku. Aku kaget.
“Ah ya? Emm tidak
apa-apa, aku tadi hanya sedang bermimpi aneh, aku sangat merasa
bersalah..”kataku dengan menunduk. Andre langsung memelukku.
“Aku yakin di alam
sana Franda mengerti, sudahlah, ayo kita berangkat kuliah”kata Andre sambil
menarik tanganku. Aku mengangguk.
Sekarang aku
mengerti apa arti mimpi itu sebenarnya. Aku sangat mencintai Andre. Dan aku
tidak boleh melepasnya. Dan di mimpi itu aku menjadi tahu kalau Franda adalah
gadis yang baik dan periang. Ia yang menyadarkanku kalau aku tidak boleh
menyia-nyiakan hidup ini dengan membiarkan orang yang mencintai kita sakit
hati. Terimakasih Franda. Aku menyayangimu..
By : Rizka P.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar